Senin, 21 September 2015
A. Pengawetan menggunakan suhu
Dalam industri pangan, bahan makanan kerap kali mengalami kerusakan. Kerusakan yang terjadi ini dapat disebabkan oleh mikroba dan enzim. Enzim merupakan suatu senyawa yang seakan memiliki kemiripan dengan makhluk hidup tetapi bukan merupakan makhluk hidup. Enzim bisa menjadi katalisator reaksi biokimia. Sedangkan mikroba merupakan makhluk hidup yang hidup dalam bahan pangan.
Dalam bahan pangan, pertumbuhan mikroba dapat digambarkan dalam sebuah kurva yang biasa disebut S curve atau kurva S.
keterangan grafik:
1. pada nomor 1 merupakan fase inisiasi atau initial phase. Dalam fase ini, mikroba belum mengalami pertumbuhan karena mikroba masih beradaptasi pada lingkungan sekitarnya. Setelah terbiasa, mikroba akan tumbuh sedikit demi sedikit.
2. pada nomor 2 merupakan fase logaritmik (metabolisme primer). Pada tahap ini, pertumbuhan mikroba terjadi secara cepat. Untuk tahap ini, mikroba akan menggunakan banyak sekali energi untuk membelah diri.
3. pada nomor 3, merupakan fase stasioner (metebolisme sekunder). Pada fase ini, mikroba masih melakukan pertumbuhan tapi hanya sedikit. Perbedaannya dengan fase logaritmik adalah pada tahap ini mikroba lebih fokus untuk menghasilkan zat lain, sehingga sebagian besar energi yang ada digunakan untuk menghasilkan zat lain. Pada tahap ini juga mikroba mulai mati sedikit demi sedikit karena bahan energi yang digunakan mikroba sudah habis dalam tahap logaritmik.
4. pada tahap 4 dan 5 merupakan tahap dimana mikroba mati dan hilang.
Mikroba dalam bahan pangan tidak hanya merugikan. Kita bisa memanfaatkan mikroba dalam pembuhatan suatu makanan atau minuman. Contohnya adalah dalam pembuatan wine. Dalam pembuatan wine mikroba yang digunakan adalah saccharomyces cerevicae. Pertama-tama, kita harus mengeluarkan jus dari buah anggur. Untuk wine putih menggunakan anggur hijau dan untuk anggur mewah atau red wine digunakan anggur yang berwarna ungu kemerahan. Setelah kita memperoleh jus anggur yang diinginkan, jus anggur tersebut harus disterilisasi agar tidak ada mikroba lain yang mengkontaminasi anggur selain mikroba saccharomyces cerevicae. Setelah itu, masukkan gula. Baru setelahnya kita memasukkan mikroba.
Dalam pembuatan/penggandaan mikroba kita bisa menggunakan starter. Starter dilakukan dengan cara memasukan mikroba ke dalam sedikit cairan (kalau pembuatan wine, gunakan jus anggur). Kalau mikroba sudah sampai pada fase logaritmik, cairan tersebut dicampurkan ke cairan yang sejenis tanpa mikroba. mikroba akan mengulangi dari tahap inisiasi. Saat sudah sampai tahap logaritmik, kita pindahkan lagi ke cairan sejenis yang belum mengandung mikroba. Ulangi tahap-tahap di atas sampai jumlah mikroba mencukupi/sesuai keinginan. Dalam pembuatan wine, mikroba yang sudah sesuai keinginan jumlahnya dipindahkan ke wadah yang berisi jus anggur yang banyak dan dibiarkan mikroba mencapai tahap akhir.
Saat fase stasioner (metabolisme sekunder), mikroba akan mulai menghasilkan alkohol. Selama terjadi fermentasi, mikroba akan menghasilkan gas karbondioksida. Gas karbondioksida yang dihasilkan akan mengalir melalui pipa plastik menuju ke gelas yang berisi air. Dalam air tersebut akan muncul gelembung-gelembung. Jika sudah tidak ada lagi gelembung-gelembung yang muncul berarti fermentasi sudah selesai. Setelah selesai di fermentasi, wine akan di sentrifuse untuk menghilangkan endapan-endapan yang ada di dalam wine. Setelahnya, kita bisa menambahkan gula sesuai selera agar anggur manis. Sesudahnya wine akan dimasukkan ke dalam botol dan diperam/aging agar wine menghasilkan warna dan aroma yang khas. Untuk mendapatkan kadar alkohol yang berbeda dalam wine, kita bisa menyesuaikannya dengan cara menambah atau mengurangi gula pada saat sebelum difermentasi. Hal ini disebabkan oleh mikroba yang mengubah gula menjadi alkohol. Hasil fermentasi buah-buahan lain biasanya menghasilkan cuka (vinegar). Sedangkan kita mengenal juga asam asetat. Asam asetat merupakan cuka yang dibuat secara sintetis.
Contoh kerusakan bahan makanan yang disebabkan oleh enzim adalah browning atau munculnya warna coklat pada apel. Hal ini disebabkan oleh reaksi enzimatis pada apel. Untuk itu, dalam pencegahan browning pada apel, kita bisa mencelupkan apel ke air garam ataupun ke air mendidih sebentar agar enzim menjadi rusak.
Untuk menghadapi masalah mikroba, kita bisa menggunakan 2 cara, yaitu pasteurisasi (suhu 60-105 derajat celcius) dan sterilisasi (di atas 100 derajat celcius). Perbedaan kedua cara tersebut adalah dalam proses pasteurisasi, mikroba yang mati ialah mikroba patogen yang akan menimbulkan penyakit. Sedangkan sterilisasi, seluruh mikroba akan mati. Pasteurisasi biasanya dilakukan untuk bahan cair seperti susu. Sedangkan untuk bahan padat, dapat digunakan blanching. Blanching dilakukan dengan cara mencelupkan sebentar bahan pangan ke air mendidih. Untuk mengawetkan makanan, tidak harus menggunakan suhu panas. Kita bisa juga menggunakan suhu yang dingin. Suhu dingin akan menghentikan kerja mikroba tetapi mikroba tidak mati.
Perusahaan-perusahaan besar biasanya langsung menggunakan cara sterilisasi karena dengan melakukan sterilisasi, semua mikroba akan mati dan mencegah kerusakan produk.
B. Mutu Bahan Pangan
Sifat mutu bahan pangan bisa dikenali dari bahan pangan itu sendiri dan dari faktor pendukungnya, Untuk faktor dari bahan pangan itu sendiri :
1. Rasa
2.Warna
3. Aroma
4. Daya simpan
5. Tekstur
6. Tingkat kesegaran
7. gizi
Dari faktor pendukung :
1. Kemasan
2. Merek
3. Harga
4. Selera
5. Higenis atau tidak
6. Peraturan
7. pengaruh budaya dan emosi (perasaan)
8. Kepuasan
Sifat - sifat mutu di atas biasa kita gunakan sebagai penentu apakah bahan pangan yang ingin kita beli bermutu baik atau tidak (lebih dari sisi customer). Sedangkan untuk penentu mutu bahan pangan sebenarnya dipengaruhi oleh :
1. Bahan dasar dan bahan tambahan yang dipakai
2. Pengolahannya
3. Komposisi
4. Penyimpanannya.
A. Pengawetan menggunakan suhu
Dalam industri pangan, bahan makanan kerap kali mengalami kerusakan. Kerusakan yang terjadi ini dapat disebabkan oleh mikroba dan enzim. Enzim merupakan suatu senyawa yang seakan memiliki kemiripan dengan makhluk hidup tetapi bukan merupakan makhluk hidup. Enzim bisa menjadi katalisator reaksi biokimia. Sedangkan mikroba merupakan makhluk hidup yang hidup dalam bahan pangan.
Dalam bahan pangan, pertumbuhan mikroba dapat digambarkan dalam sebuah kurva yang biasa disebut S curve atau kurva S.
S Curve atau kurva S |
1. pada nomor 1 merupakan fase inisiasi atau initial phase. Dalam fase ini, mikroba belum mengalami pertumbuhan karena mikroba masih beradaptasi pada lingkungan sekitarnya. Setelah terbiasa, mikroba akan tumbuh sedikit demi sedikit.
2. pada nomor 2 merupakan fase logaritmik (metabolisme primer). Pada tahap ini, pertumbuhan mikroba terjadi secara cepat. Untuk tahap ini, mikroba akan menggunakan banyak sekali energi untuk membelah diri.
3. pada nomor 3, merupakan fase stasioner (metebolisme sekunder). Pada fase ini, mikroba masih melakukan pertumbuhan tapi hanya sedikit. Perbedaannya dengan fase logaritmik adalah pada tahap ini mikroba lebih fokus untuk menghasilkan zat lain, sehingga sebagian besar energi yang ada digunakan untuk menghasilkan zat lain. Pada tahap ini juga mikroba mulai mati sedikit demi sedikit karena bahan energi yang digunakan mikroba sudah habis dalam tahap logaritmik.
4. pada tahap 4 dan 5 merupakan tahap dimana mikroba mati dan hilang.
Mikroba dalam bahan pangan tidak hanya merugikan. Kita bisa memanfaatkan mikroba dalam pembuhatan suatu makanan atau minuman. Contohnya adalah dalam pembuatan wine. Dalam pembuatan wine mikroba yang digunakan adalah saccharomyces cerevicae. Pertama-tama, kita harus mengeluarkan jus dari buah anggur. Untuk wine putih menggunakan anggur hijau dan untuk anggur mewah atau red wine digunakan anggur yang berwarna ungu kemerahan. Setelah kita memperoleh jus anggur yang diinginkan, jus anggur tersebut harus disterilisasi agar tidak ada mikroba lain yang mengkontaminasi anggur selain mikroba saccharomyces cerevicae. Setelah itu, masukkan gula. Baru setelahnya kita memasukkan mikroba.
Dalam pembuatan/penggandaan mikroba kita bisa menggunakan starter. Starter dilakukan dengan cara memasukan mikroba ke dalam sedikit cairan (kalau pembuatan wine, gunakan jus anggur). Kalau mikroba sudah sampai pada fase logaritmik, cairan tersebut dicampurkan ke cairan yang sejenis tanpa mikroba. mikroba akan mengulangi dari tahap inisiasi. Saat sudah sampai tahap logaritmik, kita pindahkan lagi ke cairan sejenis yang belum mengandung mikroba. Ulangi tahap-tahap di atas sampai jumlah mikroba mencukupi/sesuai keinginan. Dalam pembuatan wine, mikroba yang sudah sesuai keinginan jumlahnya dipindahkan ke wadah yang berisi jus anggur yang banyak dan dibiarkan mikroba mencapai tahap akhir.
Fermentasi alkohol |
Saat fase stasioner (metabolisme sekunder), mikroba akan mulai menghasilkan alkohol. Selama terjadi fermentasi, mikroba akan menghasilkan gas karbondioksida. Gas karbondioksida yang dihasilkan akan mengalir melalui pipa plastik menuju ke gelas yang berisi air. Dalam air tersebut akan muncul gelembung-gelembung. Jika sudah tidak ada lagi gelembung-gelembung yang muncul berarti fermentasi sudah selesai. Setelah selesai di fermentasi, wine akan di sentrifuse untuk menghilangkan endapan-endapan yang ada di dalam wine. Setelahnya, kita bisa menambahkan gula sesuai selera agar anggur manis. Sesudahnya wine akan dimasukkan ke dalam botol dan diperam/aging agar wine menghasilkan warna dan aroma yang khas. Untuk mendapatkan kadar alkohol yang berbeda dalam wine, kita bisa menyesuaikannya dengan cara menambah atau mengurangi gula pada saat sebelum difermentasi. Hal ini disebabkan oleh mikroba yang mengubah gula menjadi alkohol. Hasil fermentasi buah-buahan lain biasanya menghasilkan cuka (vinegar). Sedangkan kita mengenal juga asam asetat. Asam asetat merupakan cuka yang dibuat secara sintetis.
Contoh kerusakan bahan makanan yang disebabkan oleh enzim adalah browning atau munculnya warna coklat pada apel. Hal ini disebabkan oleh reaksi enzimatis pada apel. Untuk itu, dalam pencegahan browning pada apel, kita bisa mencelupkan apel ke air garam ataupun ke air mendidih sebentar agar enzim menjadi rusak.
Untuk menghadapi masalah mikroba, kita bisa menggunakan 2 cara, yaitu pasteurisasi (suhu 60-105 derajat celcius) dan sterilisasi (di atas 100 derajat celcius). Perbedaan kedua cara tersebut adalah dalam proses pasteurisasi, mikroba yang mati ialah mikroba patogen yang akan menimbulkan penyakit. Sedangkan sterilisasi, seluruh mikroba akan mati. Pasteurisasi biasanya dilakukan untuk bahan cair seperti susu. Sedangkan untuk bahan padat, dapat digunakan blanching. Blanching dilakukan dengan cara mencelupkan sebentar bahan pangan ke air mendidih. Untuk mengawetkan makanan, tidak harus menggunakan suhu panas. Kita bisa juga menggunakan suhu yang dingin. Suhu dingin akan menghentikan kerja mikroba tetapi mikroba tidak mati.
Perusahaan-perusahaan besar biasanya langsung menggunakan cara sterilisasi karena dengan melakukan sterilisasi, semua mikroba akan mati dan mencegah kerusakan produk.
B. Mutu Bahan Pangan
Sifat mutu bahan pangan bisa dikenali dari bahan pangan itu sendiri dan dari faktor pendukungnya, Untuk faktor dari bahan pangan itu sendiri :
1. Rasa
2.Warna
3. Aroma
4. Daya simpan
5. Tekstur
6. Tingkat kesegaran
7. gizi
Dari faktor pendukung :
1. Kemasan
2. Merek
3. Harga
4. Selera
5. Higenis atau tidak
6. Peraturan
7. pengaruh budaya dan emosi (perasaan)
8. Kepuasan
Sifat - sifat mutu di atas biasa kita gunakan sebagai penentu apakah bahan pangan yang ingin kita beli bermutu baik atau tidak (lebih dari sisi customer). Sedangkan untuk penentu mutu bahan pangan sebenarnya dipengaruhi oleh :
1. Bahan dasar dan bahan tambahan yang dipakai
2. Pengolahannya
3. Komposisi
4. Penyimpanannya.
Comments
Post a Comment