Tumpeng khas Jawa

Siapa yang tidak kenal dengan tumpeng? Makanan yang sering hadir dalam acara-acara perayaan seperti ulang tahun dan syukuran. Tapi tau kah kamu, kalau tumpeng memiliki arti filosofis dan cara memakan tumpeng tidak seperti yang kita lakukan sekarang? Tumpeng bisa diartikan sebagai nasi berbentuk kerucut yang diletakkan di atas sebuah tampah dan dialasi dengan daun pisang. Tumpeng umumnya disajikan dengan tujuh komponen pendamping. Tujuh dalam bahasa Jawa adalah pitu yang bisa diartikan juga sebagai pitulungan atau pertolongan. Namun beberapa sumber menyatakan bahwa makanan pendamping tumpeng tidak harus berjumlah 7, yang penting harus ganjil dan melambangkan hewan dan tumbuhan. Hewan yang dimaksud bisa berupa ayam dan telur sedangkan sayur dapat berupa urap.

Tumpeng dipercaya muncul pada abad ke-15, pada saat jaman kerajaan-kerajaan yang dipengaruhi ajaran Hindu. Tumpeng dianggap menyimbolkan gunung dan dalam ajaran Hindu, gunung menyimbolkan tempat yang suci dan sakral dan merupakan tempat yang menjembatani dunia manusia dan alam baka. Selain itu, gunung merupakan sumber kehidupan dimana air mengalir dari gunung dan memberikan hidup pada manusia. Tumpeng dipercaya merupakan singkatan dari "tumpungkala sing mempeng".  Tumpungkala berarti menunduk dan mempeng berarti rajin, yang berarti jika manusia ingin selamat, maka manusia harus rajin berdoa. Tumpeng disajikan di atas tampah berbentuk bulat dan dialasi oleh daun pisang yang berbentuk segitiga pada ujungnya. Bentuk ini diibaratkan seperti matahari. Tumpeng yang berada ditengah diartikan bahwa nasi merupakan makanan pokok dan penting bagi masyarakat Jawa.

Sebelum tumpeng dimakan bersama-sama, semua orang yang datang akan berdoa bersama yang dipimpin oleh orang yang dituakan atau oleh juru kunci yang dianggap dapat menjembatani dunia manusia, dunia alam, dan Tuhan. Setelah berdoa bersama, bagian atas tumpeng akan diambil oleh pemimpin doa/ritual dengan cara didorong hingga jatuh ke daun pisang yang digunakan sebagai piring untuk makan, dan diberikan pada orang yang menggelar hajatan atau acara syukuran tersebut. Tumpeng tidak boleh dipotong karena sama halnya dengan memotong relasi. Jika dipotong horizontal, artinya memotong relasi dengan Tuhan, sedangkan jika dipotong vertikal, artinya memotong relasi dengan alam. Sehingga yang dilakukan adalah menjatuhkan tumpeng dari atas sebagai ungkapan agar adanya harapan yang dikabulkan oleh Tuhan.

Comments